Sunday 15 February 2009

Tantangan Geografi Ke Depan

a. Dampak Teknologi Komunikasi dan Internet

Sekiar tahun 1990 beredar buku megatrend 2000. Dalam buku itu Naibit dan Arburdense (1990) mensinyalair ada sepuluh kecenderungan (trend) yang akan terjadi pada tahun 2000-an, yaitu:

  1. masyarakat informasi menjadi masyarakat industri
  2. teknologi pasca menjadi high tech
  3. ekonomi nasional menjadi ekonomi dunia
  4. jangka pendek menjadi jangka panjang
  5. sentralisasi menjadi desentralisasi
  6. bantuan institusional menjadi bantuan diri
  7. demokrasi representatif menjadi demokrasi partisipatif
  8. hirarki menjadi jaringan
  9. utara menjadi selatan
  10. salah satu menjadi pilihan ganda

Bedasarkan ramalan itu tampak bahwa dewasa ini terjadi perubahan dari masyarakat industri menuju masyarakat informasi. Informasi telah menjadi bagian penting bagi individu, masyarakat dan negara. Informasi merupakan bagian dari kehidupan mereka sehari-hari untuk pengambilan keputusan.

Keberadaan masyarakat informasi dewasa ini tidak terlepas dari perkembangan teknologi komuniasi dan internet. Integrasi kedua teknologi itu telah melipatkan gandakan informasi dan menyebarkannya ke seluruh penjuru dunia dalam waktu yang cepat. Intergrasi teknologi komputer dengan teknologi komunikasi itu telah mewujudkan suatu jaringan besar antar warga negara tanpa harus diikat dengan batas-batas negara yang bersangkutan (bordeless).

Teknologi itu telah mampu membuktikan sebagai wahana untuk mengolah (procesess) data menjadi informasi dengan cepat. Selain itu teknologi itu juga telah mampu digunakan sebagai infrastruktur untuk pengiriman data atau informasi secara cepat, murah dan praktis.

Disiplin geografi merupakan salah satu bidang ilmu yang memerlukan infrastruktur untuk mengolah data geografis menjadi informsi geografi secara cepat. Informsi geografi hasil prosesing itu dibutuhkan oleh berbagai bidang untuk pengembangan wilayah, konsrvasi sumburdaya, penataan ruang, dan sebagainya.

Dalam mempelajari obyeknya, disiplin geografi menggunakan pendekatan keruangan. Dalam pendekatan itu struktur, pola dan proses keruangan harus dapat dipelajari dengan baik dan cepat.

Untuk mempelajari aspek keruangan seperti itu teknologi komputer telah menyediakan program-program analisis keruangan yang makin praktis dan mudah dioperasikan. Dengan kemudahan itu informasi geografi dapat lebih cepat dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan.

Dengan teknolgi internet informasi dapat dengan mudah dan cepat dikirim keseluruh penjuru dunia. Hal itu tidak hanya bermakna untuk penyebaran informasi, tetapi juga untuk memberikan paradigma baru dalam pengelolaan lingkungan menuju keberlanjutan. Sebagaimana permasalahan lingkungan dewasa ini yang paling serius adalah mewujudkan keberlanjutannya.

Dengan kehadiran komputer sebagai komponen teknologi informasi proses analisis dan integrasi yang rumit kalau dikerjakan secara manual akan menjadi mudah, cepat dan akurat (Sutanto, 2000). Oleh karena itu dalam 2 (dua) dekade belakangan ini peran teknologi informasi dalam aplikasi ilmu geografi berkembang dengan cepat dan mejadi kebutuhan yang penting bagi setiap warganegara untuk mengelola wilayah dan sumberdayanya. Pemanafaatan teknologi informasi dlam aplikasi ilmu geografi dikenana dengan Sistem Informasi geografi (SIG). SIG dewasa ini telah berkembang dengan pesat karena didukung dengan teknologi pengindraan jauh (inderaja) dan Global Posistion System (GPS).

b. Kemunduran Lingkungan Manusia

Menyimak perkembangan kehidupan masyarakat Indonesia dewasa ini, setidaknya ada tiga permasalahan pokok yang perlu menjadi fokus perhatian.

Pertama, kerusakan lingkungan hidup yang telah merambah aspek moral dan etika. Kerusakan lingkungan itu sudah demikian parah dan hebat. Kerusakan tidak hanya sebatas aspek lingkungan fisik, seperti kerusakan lahan, air, dan hutan, tetapi sudah memasuki ranah nurani yang dalam, yaitu kerusakan moral dan etika. “Berbuat kerusakan terhadap lingkungan tidak lagi merasa bersalah atau berdosa, tetapi selalu dicarikan alasan pembenaran terhadap kesalahan itu agar publik memahaminya. Menebang pohon di tengah kota/hutan, mencemari sungai/udara tidak lagi merasa bersalah, pada hal keberadaan pohon, air, dan udara itu sangat dibutuhkan untuk menjamin lingkungan agar tetap sehat bagi orang banyak.

Kedua, kemunduran kehidupan sosial yang telah menimbulkan desintegrasi sosial dalam masyarakat. Ada kesan Indonesia yang dikenal dengan masyarakat majemuk (plural society) dengan budayanya yang ramah, sopan, dan akrab telah berubah menjadi masyarakat yang “cinta kekerasan dan anarkisme”.

Keragaman agama, etnik, status sosial dan ekonomi yang telah lama bersemi seiring dengan pertumbuhan bangsa ini telah berubah sama sekali. Keragaman itu telah menjadi potensi konflik sosial yang menimbulkan desintegrasi sosial. Belakangan baru disadari bahwa ada yang salah dalam ‘idiologi' kehidupan bersama (living together) kita sebagai bangsa.

Selama ini selalu ditanamkan, bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat majemuk. Pada hal dalam pandangan itu, masing-masing etnik dan budaya kelompok masyarakat merasa paling hebat sehingga tumbuh persaingan, bahkan mengarah pada etnosentris dan chauvanistis. Konflik sosial yang mengarah pada desintegrasi sosial akan selalu menjadi ancaman dalam masyarakat yang berideologi demikian. Oleh karena itu perlu segera dilakukan tranformasi dari masyarakat plural menuju masyarakat multikultural (Suparlan, 2001). Dalam masyarakat multikultural itu, perbedaan disadari dan diakui sepenuhnya, bahkan diagungkan sebagai karunia yang tak ternilai dari Tuhan. Karena itu, permasalahan tersebut harus menjadi bagian dari prinsip dasar pengembangan kurikulum berbasis kompetensi.

Ketiga, globalisasi yang menuntut kemampuan daya saing tinggi. Globalisi merupakan fenomena yang tidak dapat dielakkan. Globalisasi telah menghadirkan super power, super market, super-empower individual. Karena hal itu tidak dapat dihindari. maka strategi yang baik adalah mengelola globalisasi itu dan memperkuat akar kebangsaan sehingga memiliki daya saing tinggi diatas akar kebangsaannya (Stiglitz, 2001 dalam Sulastomo, 2002).

Mengelola globalisasi dapat dilakukan dengan kerjasama regional, seperti negara-negara di Eropa barat menyatukan dalam “the Europan Union”. Dengan kebersatuan itu kemampuannya bersaing dapat meningkat. Dalam industri pesawat terbang, kerjasama Prancis, Jerman, Spanyol, Belanda telah menjadi pesaing Amerika. Demikian juga dalam merger industri dapat meningkatkan efisiensi. Dalam konteks itu kerjasama regional ASEAN perlu diperkuat.




0 komentar:

Post a Comment

Komenter Kamu

Kumpulan Situs Penting
My Photo
Watampone
Dengan segala kerendahan hati kami mohon maaf atas segala kekurangan kami. Blog ini dibuat hanya untuk saling memberi sedikit informasi kepada teman-teman. Tak ada sedikitpun di dalamnya bertujuan untuk sebuah materil Berkarya tanpa batas, tanpa penindasan