Assalamualaikum...
Hay reekan-rakan, lama Eq nga nongol lagi soalnya lagi sibuk berat cari kerjaan. Tapi sekarang alahamdulliah udah dapat. Eq sekarang baru pra kontrak guru di Sekolah Islam Athirah makassar. Eq ngajar di SMP Athirah Bukit Baruga Antang. Udah lebih 2 minggu Eq ngajar di sana dan kemarin Eq ikut salah satu kegiatannya. Kegiatannya adalah Field Trip yang pesertanya adalah khusus siswa kelas VII. Kegiatan ini merupakan kegiatan yang rutin dilakukan setiaptahunnya.
Mungkin rekan-rekan mau apa saja yang dilakukan dalam kegiatan tersebut....yuk...
mulai pukul 08.00 semua peserta dan guru-guru pendamping berkumpul di teras sekolah untuk mendapatkan persiapan-persiapan dan arahan dari para panitia pelaksana. Setelah mendapatkan arahan dari panitian pelaksananya, maka kami bergegas menuju kendaraan masing2. klo Eq tetapsetia dengan si Kuda besi Eq (supra Fit DD6445 BC). lokasi yang kami datangi adalah :
Delta Jeneberang
Sesampainya di lokasi, dengan tertib para siswa mengamati kondisi lingkungan di sekitarnya. Ada yang menanyakan permasalahan yang mereka kurang pahami. lokasi yang pertama kami datangi adalah Delta sungai Jeneberang. Delta Sungai Jeneberang terbentuk akibat adanya proses pengendapan material-material yang terbawa oleh arus sungai pada muara sungai. luas delta sungai jeneberang kurang lebih 494,72 hektar dan kelilingnya adalah 17,9 km. jumlah tersebut akan terus bertambah. Banyak usaha pengembangan yang telah dilakukan oleh Pemkot makassar untuk pemberdayaan Delta Sngai Jeneberang tersebut. seperti halnya di dibangunnya Pusat perbelanjaan (Mall GTC) dan pengefesiannya tempat pariwisata Pantai yang sangat ekonomis seperti Tanjung Bunga, tanjung merdeka, Tanjung Akkarena. yang jadi masalah sekarang adalah mulainya terjadi abrasi pada bagian selatan tanjung merdeka. Tampak sebuah patung layar yang roboh akibat abrasi air laut yang sangat cepat. Entah mengapa sampai sekarang hal tersebut belum diperhatikan oleh pihak siapapun. Setelah pengamatan sudah selesai maka kamimelanjutkan pada lokasi kedua yaitu Benteng Rotterdam.
Benteng Rotterdam
Setelah Melakukan Observasi di Delta Sungai Jeneberang maka kegiatan kami lanjutkan Ke lokasi yang kedua adalah Benteng Rotterdam. Dengan penuh antusias dan semangat para siswa bergegas melakukan observasi di tempat bersejarah tersebut. Sebelum melihat langsung benda-benda bersejarah yang ada dalam museum Benteng Rotterdm tersebut, para siswa mendapat penjelasan secara singkat mengenai sejarah Benteng Rotterdam oleh pemandu wisatanya. Mau tahu bagaimana ceritanya. Kurang lebihnya kayak gini…
Fort Rotterdam atau Benteng Rotterdam yang telah berdiri pada tahun 1545 yang di dirikan oleh Raja Gowa ke 9 yakni I manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tumapa’risi’ kallonna. Terdahulu benteng ini bernama Benteng Ujung Pandang yang dimana berfungsi sebagai pangkalan pasukan Belanda. Di Benteng ini pulalah Pangeran Di ponogoro di penjara dan di kebumikan di Tanah Makassar. Lokasi benteng roterdam berada pada pesisir pantai losari. Kompleks benteng terdapat Museum La Galigo yang didalamnya terdapat banyak referensi mengenai sejarah kebesaran Bugis-Makassar dan daerah-daerah lainnya yang ada di Sulawesi Selatan. Sebagian besar gedung benteng ini masih utuh dan menjadi salah satu objek wisata di Kota Makassar.
Monumen Mandala
Panas dan cuapek adalah yang membayangi kami waktu melanjutkan ke lokasi yang ketiga Yaitu Monumen Mandala. Mau tahu apa latar belakang Monumen mandala tersebut…
Monumen Mandala Pembebasan Irian Barat didirikan di bekas Markas Komando Mandala, Jalan Jendral Sudirman, Makassar, Sulsel. Monumen tersebut berisi kenangan perjuangan mantan Presiden Soeharto ketika diangkat sebagai Komandan Mandala Pembebasan Irian Barat. Peristiwa perebutan dan pembebasan Irian Barat dari cengkeraman Penjajahan Belanda membekaskan kenangan perjuangan mantan Presiden HM Soeharto di Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel). Sejarah itu berawal 1 Januari 1962, ketika Soeharto berpangkat mayjen, diangkat sebagai Panglima Komando Antar Daerah Indonesia Timur merangkap Panglima Mandala untuk membebaskan Irian Barat dari intervensi kolonial Belanda. Markas komando tersebut berkedudukan di Jalan Jenderal Sudirman, Makassar. Peristiwa pembebasan Irian Barat dilakukan setelah pemerintah Indonesia kecewa terhadap penyelesaian status politik Irian Barat melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Konferensi Meja Bundar di Den Haag Belanda. Belanda memainkan peran untuk menjadikan "Bumi Cendrawasih" itu sebagai Negara Papua Barat (West Papua) pada 1 Desember 1961. Meskipun hal itu melanggar semangat dan materi yang dicapai dalam Konferensi Meja Bundar. Presiden Soekarno akhirnya memutuskan hubungan diplomatik dan memulai kampanye Tiga Komando Rakyat (Trikora) untuk membebaskan Irian Barat dengan jalan kekerasan. Soeharto ditunjuk sebagai panglima untuk memimpin operasi tersebut dan kendali operasinya berada di Makassar. Ketika masih berpangkat Letkol, Soeharto juga pernah bertugas di Sulsel pada Januari 1950, sebagai Komandan Brigade Garuda Mataram untuk menumpas pemberontakan Kapten Andi Aziz. Soeharto menyebut operasi pembebasan Irian Barat 19 Desember 1961 diawali dengan diterjunkan pasukan payung di Teminabuan, Kabupaten Sorong Selatan, adalah operasi terbesar pada masa itu karena harus menghadapi musuh dengan kekuatan persenjataan yang lebih lengkap, baik udara maupun laut. Bagian yang tak terlupakan dari operasi itu adalah gugurnya Komodor Yos Soedarso, Komandan Kapal Meriam Indonesia Macan Tutul yang tenggelam bersama kapalnya setelah tertembak meriam Belanda di Laut Arafura. Berkat operasi tersebut, kendali Irian Barat diambil alih sementara oleh PBB, sebelum akhirnya kembali ke pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia setelah melalui proses penentuan pendapat rakyat (Pepera) Irian Barat. Wali Kota Makassar, Ilham Arief Siradjuddin mengatakan, monumen yang diresmikan Soeharto pada tahun 1995 itu memiliki arti penting bagi rakyat Papua, khususnya warga Kota Makassar. Monumen itu dibangun dengan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Sulsel tahun 1994 sebesar Rp 75 miliar. Monumen Mandala dihiasi berbagai relief, berbentuk tugu setinggi 75 meter, dilengkapi ruangan khusus di bagian puncaknya dan dapat memandang kota Makassar dari ketinggian. Ruangan tersebut berdinding kaca, terdapat diorama, dilengkapi patung Soeharto sedang duduk di balik meja kerja mengenakan seragam militer.
Di sekelilingnya terdapat berbagai rekaman peristiwa dalam operasi dan juga nama-nama pasukan yang gugur dalam operasi tersebut. Kawasan monumen dilengkapi taman dan panggung hiburan. Jadi itulah cerita mengenai Monumen Mandala. Puaskan..
Mesjid Tua Katangka
Tepat waktu shalat Dzuhur kami tiba pada lokasi yang keempat yaitu Mesjid Tua Katangka. Sesmpainya di sana para peserta Field trip dengan segera mempersiapkan diri masing2 untuk melaksanakan shalat Dzuhur secara berjemaah. Setelah melaksanakan shalat dzuhur secara berjamaah kemudian dari salah satu pengurus Mesjid Tua Katangka tersebut naik ke depan untuk memberikan penjelasan singkat kepada siswa2 mengenai sejarah Mesjid Tua Katangka tersebut. Penjelasannya kurang lebih seperti ini. Nama Katangka berasal dari nama daerah tempat berdirinya masjid. Menurut sebuah prasasti, Masjid Katangka ini didirikan pada tahun 1603 M. Pendirian masjid dilakukan seiring dengan gencarnya proses Islamisasi di Makasar. Konon, pendirinya adalah seorang ulama besar dari Sumatera Barat, yang diberi gelar Daeng Bandang oleh masyarakat setempat. Pada zamannya, masjid ini termasuk besar dan mewah, mengingat konstruksi bangunan yang terbuat dari batu bata. Setidaknya, ini menandakan bahwa masjid ini termasuk penting pada zamannya. Selain berfungsi sebagai tempat ibadah, lokasi halaman masjid juga digunakan sebagai tempat pemakaman untuk para kerabat pendiri masjid dan pemuka agama. Khusus makam pendiri masjid dan kerabat dekatnya, terdapat cungkup di atasnya yang mirip kubah. Mesjid ini juga pada zaman kerajaan gowa yang ke XIV digunakan sebagai benteng pertahanan. Masjid Katangka terletak di jalan Syech Yusuf, dekat perbatasan antara kota Makasar dengan kabupaten Gowa. Lebih kurang 500 meter dari masjid, terdapat makam ulama sufi terkenal: Syech Yusuf. Masjid Katangka berukuran 13.20x13.20 m. Arsitektur Mesjid ini sangat unik karena model dan bentuknya dipengaruhioleh beberapa kebudayaan. Misalnya atap mimbar yang berada dalam mesjid mencirikan kebudayaan cina, terus tiang penyangga yang menjadi penopang utama atap mesjid juga mencirikan kebudayaan eropa. Jadi sangat banyak hal2 yang belum kita ketahui tentang mesjid Tua Katangka. Klo kamu belum puas, silahkan aja langsung datang kelokasinya. Pasti kelihatan unik banget.
Makam Sultan Hasanuddin
Nah setelah dari Mesjid Tua katangka, kami melanjutkan perjelanan ke Kompleks Makam Sultan Hasanuddin. Tapi sebelum kami masuk, kami Makan siang dulu ches soalnya udah lapar banget nich…
Udah Makan siang bar kami beranjak ke makam Sultan Hasanuddin, tapi sebelumnya kami mendapat sedikit pengarahan dari para pemandunya. Mau tahu bagaimana cerita pemandunya, baca aja di bawah ini…ok
Makam Sultan Hasanuddin terletak di komplek pemakaman di Jalan Palantika, Kelurahan Katangka, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Komplek pemakaman Sultan Hasanuddin berada tidak jauh dari Sungguminasa, sekitar 8 km dari Kota Makassar. Untuk mencapai komplek pemakaman ini, perjalanan dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat. Di komplek pemakaman tersedia pelayanan jasa guide yang akan menjelaskan kepada para pengunjung tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan makam Sultan Hasanuddin.
Sultan Hasanuddin adalah Raja Gowa ke-16 yang sangat terkenal dengan keberaniannya melawan kolonial Belanda di Sulawesi Selatan. Oleh karena itu, ia dijuluki oleh penjajah Belanda sebagai Haanstjes van Het Oosten atau Ayam Jago dari Benua Timur. Ia lahir pada tahun 1629 dan diangkat menjadi Raja Gowa pada tahun 1652 ketika ia berusia 23 tahun. Ia menjadi Raja Gowa selama 17 tahun hingga tahun 1669. Pada usia 41 tahun, tepatnya tanggal 12 Mei 1670, Sultan Hasanuddin wafat. Ia dimakamkan di komplek pemakaman raja-raja Gowa. Di atas makamnya, tertera nama Mallombasi Daeng Mattawang Karaeng Bontomangape Mohammad Bakir Tumenanga Ribulla Pangkawi yang merupakan nama gelar Sultan Hasanuddin. Di sebelah kiri depan komplek pemakaman terdapat sebuah batu “Tomanurung” atau disebut juga “Batu Pallantikan” sebagai tempat pelantikan raja-raja Gowa. Tidak jauh dari makam, terdapat sebuah masjid kuno yang dibangun pada tahun 1603.
Di makam Sultan Hasanuddin terdapat informasi tentang sejarah hidup Sultan Hasanuddin, seperti tanggal dan tahun kelahiran, nama gelar, masa jabatan, serta wafatnya di lokasi yang sama. Pengunjung dapat pula melihat 6 makam Raja Gowa terkenal lainnya, seperti Sultan Alauddin (raja yang giat menyebarkan agama Islam di Kerajaan Gowa) dan makam Raja Tallo.
Itulah tadi penjelasan secara singkat mengenai Makam Sultan Hasanuddin…rugi loh klo nga liat langsung makamnya…buruaaaannnn…..
Museum Balla Lompoa
Akhirnya kami mengakhiri kegiatan field Trip ini di salah satu tempat bersejarah di Jantung Kota kabupaten Gowa. Yang paling unik lokasi ini adalah prosesi ketika ingin masuk kemuseum BallaLompoa. Para siswa di suruh berbaris menjadi 3 baris dan kemudian di utamakan bagi barisan yang paling rapi…uuuu sangat lucu sekali ketika para siswa yang berdesak-desakan ingin masuk kedalam rumah tersebut. Walaupun kami tidak dipandu oleh penjaga Museum tersebut, para siswa tetap dengan teun mencari informasi penting yang ada di museum tersebut. Jadi sekedar pengantar saya menceritakan sedikit mengenai Balla Lompo tersebut….
Bertempat di Jl. Sultan Hasanuddin No. 48 Sungguminasa Somba Opu Gowa Sulawesi Selatan, terdapat sebuah bangunan yang dulunya merupakan istana tempat kediaman raja-raja gowa. Balla Lompoa sendiri dalam bahasa makassar berarti rumah besar atau rumah kebesaran. Di dalam museum terdapat berbagai macam peninggalan kerajaan termasuk benda2 pusaka, mahkota dan berbagai perhiasan berharga serta terpampang pula silsilah keluarga kerajaan gowa. tersebutlah sebuah nama di bagian bawah silsilah yang membuat gw agak tercengang, yaitu Setiawan Djodi! (cmiiw, karena gw ke museum ini udh bertahun2 lalu lamanya).
Mengutip dari kompas, Istana Balla Lompoa dibangun pada tahun 1936 pada masa pemerintaan Raja Gowa ke-31 yaitu I Mangngi-mangngi Daeng Matutu dan pernah direstorasi pada tahun 1978-1980. bangunan utama istana berukuran 60×40 meter dan ruang penerima tamu berukuran 40×4.5 meter. seluruh bangunan dan atapnya terbuat dari kayu ulin atau kayu besi. bangunan ini merupakan bangunan khas bugis yaitu berupa rumah panggung dan memiliki banyak jendela. menurut banyak pengakuan, banyak hal ghoib dan mistis bisa ditemui di tempat ini. dan setiap ada perayaan Idul Adha, katanya sering diadakan upacara adat pencucian benda-benda pusaka kerajaan. sayangnya istana kini sepi pengunjung. entah, mungkin karena lokasinya yang tidak seperti Benteng Fort Rotterdam yang berada di tengah kota makassar.
Mungkin rekan-rekan mau apa saja yang dilakukan dalam kegiatan tersebut....yuk...
mulai pukul 08.00 semua peserta dan guru-guru pendamping berkumpul di teras sekolah untuk mendapatkan persiapan-persiapan dan arahan dari para panitia pelaksana. Setelah mendapatkan arahan dari panitian pelaksananya, maka kami bergegas menuju kendaraan masing2. klo Eq tetapsetia dengan si Kuda besi Eq (supra Fit DD6445 BC). lokasi yang kami datangi adalah :
Delta Jeneberang
Sesampainya di lokasi, dengan tertib para siswa mengamati kondisi lingkungan di sekitarnya. Ada yang menanyakan permasalahan yang mereka kurang pahami. lokasi yang pertama kami datangi adalah Delta sungai Jeneberang. Delta Sungai Jeneberang terbentuk akibat adanya proses pengendapan material-material yang terbawa oleh arus sungai pada muara sungai. luas delta sungai jeneberang kurang lebih 494,72 hektar dan kelilingnya adalah 17,9 km. jumlah tersebut akan terus bertambah. Banyak usaha pengembangan yang telah dilakukan oleh Pemkot makassar untuk pemberdayaan Delta Sngai Jeneberang tersebut. seperti halnya di dibangunnya Pusat perbelanjaan (Mall GTC) dan pengefesiannya tempat pariwisata Pantai yang sangat ekonomis seperti Tanjung Bunga, tanjung merdeka, Tanjung Akkarena. yang jadi masalah sekarang adalah mulainya terjadi abrasi pada bagian selatan tanjung merdeka. Tampak sebuah patung layar yang roboh akibat abrasi air laut yang sangat cepat. Entah mengapa sampai sekarang hal tersebut belum diperhatikan oleh pihak siapapun. Setelah pengamatan sudah selesai maka kamimelanjutkan pada lokasi kedua yaitu Benteng Rotterdam.
Benteng Rotterdam
Setelah Melakukan Observasi di Delta Sungai Jeneberang maka kegiatan kami lanjutkan Ke lokasi yang kedua adalah Benteng Rotterdam. Dengan penuh antusias dan semangat para siswa bergegas melakukan observasi di tempat bersejarah tersebut. Sebelum melihat langsung benda-benda bersejarah yang ada dalam museum Benteng Rotterdm tersebut, para siswa mendapat penjelasan secara singkat mengenai sejarah Benteng Rotterdam oleh pemandu wisatanya. Mau tahu bagaimana ceritanya. Kurang lebihnya kayak gini…
Fort Rotterdam atau Benteng Rotterdam yang telah berdiri pada tahun 1545 yang di dirikan oleh Raja Gowa ke 9 yakni I manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tumapa’risi’ kallonna. Terdahulu benteng ini bernama Benteng Ujung Pandang yang dimana berfungsi sebagai pangkalan pasukan Belanda. Di Benteng ini pulalah Pangeran Di ponogoro di penjara dan di kebumikan di Tanah Makassar. Lokasi benteng roterdam berada pada pesisir pantai losari. Kompleks benteng terdapat Museum La Galigo yang didalamnya terdapat banyak referensi mengenai sejarah kebesaran Bugis-Makassar dan daerah-daerah lainnya yang ada di Sulawesi Selatan. Sebagian besar gedung benteng ini masih utuh dan menjadi salah satu objek wisata di Kota Makassar.
Monumen Mandala
Panas dan cuapek adalah yang membayangi kami waktu melanjutkan ke lokasi yang ketiga Yaitu Monumen Mandala. Mau tahu apa latar belakang Monumen mandala tersebut…
Monumen Mandala Pembebasan Irian Barat didirikan di bekas Markas Komando Mandala, Jalan Jendral Sudirman, Makassar, Sulsel. Monumen tersebut berisi kenangan perjuangan mantan Presiden Soeharto ketika diangkat sebagai Komandan Mandala Pembebasan Irian Barat. Peristiwa perebutan dan pembebasan Irian Barat dari cengkeraman Penjajahan Belanda membekaskan kenangan perjuangan mantan Presiden HM Soeharto di Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel). Sejarah itu berawal 1 Januari 1962, ketika Soeharto berpangkat mayjen, diangkat sebagai Panglima Komando Antar Daerah Indonesia Timur merangkap Panglima Mandala untuk membebaskan Irian Barat dari intervensi kolonial Belanda. Markas komando tersebut berkedudukan di Jalan Jenderal Sudirman, Makassar. Peristiwa pembebasan Irian Barat dilakukan setelah pemerintah Indonesia kecewa terhadap penyelesaian status politik Irian Barat melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Konferensi Meja Bundar di Den Haag Belanda. Belanda memainkan peran untuk menjadikan "Bumi Cendrawasih" itu sebagai Negara Papua Barat (West Papua) pada 1 Desember 1961. Meskipun hal itu melanggar semangat dan materi yang dicapai dalam Konferensi Meja Bundar. Presiden Soekarno akhirnya memutuskan hubungan diplomatik dan memulai kampanye Tiga Komando Rakyat (Trikora) untuk membebaskan Irian Barat dengan jalan kekerasan. Soeharto ditunjuk sebagai panglima untuk memimpin operasi tersebut dan kendali operasinya berada di Makassar. Ketika masih berpangkat Letkol, Soeharto juga pernah bertugas di Sulsel pada Januari 1950, sebagai Komandan Brigade Garuda Mataram untuk menumpas pemberontakan Kapten Andi Aziz. Soeharto menyebut operasi pembebasan Irian Barat 19 Desember 1961 diawali dengan diterjunkan pasukan payung di Teminabuan, Kabupaten Sorong Selatan, adalah operasi terbesar pada masa itu karena harus menghadapi musuh dengan kekuatan persenjataan yang lebih lengkap, baik udara maupun laut. Bagian yang tak terlupakan dari operasi itu adalah gugurnya Komodor Yos Soedarso, Komandan Kapal Meriam Indonesia Macan Tutul yang tenggelam bersama kapalnya setelah tertembak meriam Belanda di Laut Arafura. Berkat operasi tersebut, kendali Irian Barat diambil alih sementara oleh PBB, sebelum akhirnya kembali ke pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia setelah melalui proses penentuan pendapat rakyat (Pepera) Irian Barat. Wali Kota Makassar, Ilham Arief Siradjuddin mengatakan, monumen yang diresmikan Soeharto pada tahun 1995 itu memiliki arti penting bagi rakyat Papua, khususnya warga Kota Makassar. Monumen itu dibangun dengan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Sulsel tahun 1994 sebesar Rp 75 miliar. Monumen Mandala dihiasi berbagai relief, berbentuk tugu setinggi 75 meter, dilengkapi ruangan khusus di bagian puncaknya dan dapat memandang kota Makassar dari ketinggian. Ruangan tersebut berdinding kaca, terdapat diorama, dilengkapi patung Soeharto sedang duduk di balik meja kerja mengenakan seragam militer.
Di sekelilingnya terdapat berbagai rekaman peristiwa dalam operasi dan juga nama-nama pasukan yang gugur dalam operasi tersebut. Kawasan monumen dilengkapi taman dan panggung hiburan. Jadi itulah cerita mengenai Monumen Mandala. Puaskan..
Mesjid Tua Katangka
Tepat waktu shalat Dzuhur kami tiba pada lokasi yang keempat yaitu Mesjid Tua Katangka. Sesmpainya di sana para peserta Field trip dengan segera mempersiapkan diri masing2 untuk melaksanakan shalat Dzuhur secara berjemaah. Setelah melaksanakan shalat dzuhur secara berjamaah kemudian dari salah satu pengurus Mesjid Tua Katangka tersebut naik ke depan untuk memberikan penjelasan singkat kepada siswa2 mengenai sejarah Mesjid Tua Katangka tersebut. Penjelasannya kurang lebih seperti ini. Nama Katangka berasal dari nama daerah tempat berdirinya masjid. Menurut sebuah prasasti, Masjid Katangka ini didirikan pada tahun 1603 M. Pendirian masjid dilakukan seiring dengan gencarnya proses Islamisasi di Makasar. Konon, pendirinya adalah seorang ulama besar dari Sumatera Barat, yang diberi gelar Daeng Bandang oleh masyarakat setempat. Pada zamannya, masjid ini termasuk besar dan mewah, mengingat konstruksi bangunan yang terbuat dari batu bata. Setidaknya, ini menandakan bahwa masjid ini termasuk penting pada zamannya. Selain berfungsi sebagai tempat ibadah, lokasi halaman masjid juga digunakan sebagai tempat pemakaman untuk para kerabat pendiri masjid dan pemuka agama. Khusus makam pendiri masjid dan kerabat dekatnya, terdapat cungkup di atasnya yang mirip kubah. Mesjid ini juga pada zaman kerajaan gowa yang ke XIV digunakan sebagai benteng pertahanan. Masjid Katangka terletak di jalan Syech Yusuf, dekat perbatasan antara kota Makasar dengan kabupaten Gowa. Lebih kurang 500 meter dari masjid, terdapat makam ulama sufi terkenal: Syech Yusuf. Masjid Katangka berukuran 13.20x13.20 m. Arsitektur Mesjid ini sangat unik karena model dan bentuknya dipengaruhioleh beberapa kebudayaan. Misalnya atap mimbar yang berada dalam mesjid mencirikan kebudayaan cina, terus tiang penyangga yang menjadi penopang utama atap mesjid juga mencirikan kebudayaan eropa. Jadi sangat banyak hal2 yang belum kita ketahui tentang mesjid Tua Katangka. Klo kamu belum puas, silahkan aja langsung datang kelokasinya. Pasti kelihatan unik banget.
Makam Sultan Hasanuddin
Nah setelah dari Mesjid Tua katangka, kami melanjutkan perjelanan ke Kompleks Makam Sultan Hasanuddin. Tapi sebelum kami masuk, kami Makan siang dulu ches soalnya udah lapar banget nich…
Udah Makan siang bar kami beranjak ke makam Sultan Hasanuddin, tapi sebelumnya kami mendapat sedikit pengarahan dari para pemandunya. Mau tahu bagaimana cerita pemandunya, baca aja di bawah ini…ok
Makam Sultan Hasanuddin terletak di komplek pemakaman di Jalan Palantika, Kelurahan Katangka, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Komplek pemakaman Sultan Hasanuddin berada tidak jauh dari Sungguminasa, sekitar 8 km dari Kota Makassar. Untuk mencapai komplek pemakaman ini, perjalanan dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat. Di komplek pemakaman tersedia pelayanan jasa guide yang akan menjelaskan kepada para pengunjung tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan makam Sultan Hasanuddin.
Sultan Hasanuddin adalah Raja Gowa ke-16 yang sangat terkenal dengan keberaniannya melawan kolonial Belanda di Sulawesi Selatan. Oleh karena itu, ia dijuluki oleh penjajah Belanda sebagai Haanstjes van Het Oosten atau Ayam Jago dari Benua Timur. Ia lahir pada tahun 1629 dan diangkat menjadi Raja Gowa pada tahun 1652 ketika ia berusia 23 tahun. Ia menjadi Raja Gowa selama 17 tahun hingga tahun 1669. Pada usia 41 tahun, tepatnya tanggal 12 Mei 1670, Sultan Hasanuddin wafat. Ia dimakamkan di komplek pemakaman raja-raja Gowa. Di atas makamnya, tertera nama Mallombasi Daeng Mattawang Karaeng Bontomangape Mohammad Bakir Tumenanga Ribulla Pangkawi yang merupakan nama gelar Sultan Hasanuddin. Di sebelah kiri depan komplek pemakaman terdapat sebuah batu “Tomanurung” atau disebut juga “Batu Pallantikan” sebagai tempat pelantikan raja-raja Gowa. Tidak jauh dari makam, terdapat sebuah masjid kuno yang dibangun pada tahun 1603.
Di makam Sultan Hasanuddin terdapat informasi tentang sejarah hidup Sultan Hasanuddin, seperti tanggal dan tahun kelahiran, nama gelar, masa jabatan, serta wafatnya di lokasi yang sama. Pengunjung dapat pula melihat 6 makam Raja Gowa terkenal lainnya, seperti Sultan Alauddin (raja yang giat menyebarkan agama Islam di Kerajaan Gowa) dan makam Raja Tallo.
Itulah tadi penjelasan secara singkat mengenai Makam Sultan Hasanuddin…rugi loh klo nga liat langsung makamnya…buruaaaannnn…..
Museum Balla Lompoa
Akhirnya kami mengakhiri kegiatan field Trip ini di salah satu tempat bersejarah di Jantung Kota kabupaten Gowa. Yang paling unik lokasi ini adalah prosesi ketika ingin masuk kemuseum BallaLompoa. Para siswa di suruh berbaris menjadi 3 baris dan kemudian di utamakan bagi barisan yang paling rapi…uuuu sangat lucu sekali ketika para siswa yang berdesak-desakan ingin masuk kedalam rumah tersebut. Walaupun kami tidak dipandu oleh penjaga Museum tersebut, para siswa tetap dengan teun mencari informasi penting yang ada di museum tersebut. Jadi sekedar pengantar saya menceritakan sedikit mengenai Balla Lompo tersebut….
Bertempat di Jl. Sultan Hasanuddin No. 48 Sungguminasa Somba Opu Gowa Sulawesi Selatan, terdapat sebuah bangunan yang dulunya merupakan istana tempat kediaman raja-raja gowa. Balla Lompoa sendiri dalam bahasa makassar berarti rumah besar atau rumah kebesaran. Di dalam museum terdapat berbagai macam peninggalan kerajaan termasuk benda2 pusaka, mahkota dan berbagai perhiasan berharga serta terpampang pula silsilah keluarga kerajaan gowa. tersebutlah sebuah nama di bagian bawah silsilah yang membuat gw agak tercengang, yaitu Setiawan Djodi! (cmiiw, karena gw ke museum ini udh bertahun2 lalu lamanya).
Mengutip dari kompas, Istana Balla Lompoa dibangun pada tahun 1936 pada masa pemerintaan Raja Gowa ke-31 yaitu I Mangngi-mangngi Daeng Matutu dan pernah direstorasi pada tahun 1978-1980. bangunan utama istana berukuran 60×40 meter dan ruang penerima tamu berukuran 40×4.5 meter. seluruh bangunan dan atapnya terbuat dari kayu ulin atau kayu besi. bangunan ini merupakan bangunan khas bugis yaitu berupa rumah panggung dan memiliki banyak jendela. menurut banyak pengakuan, banyak hal ghoib dan mistis bisa ditemui di tempat ini. dan setiap ada perayaan Idul Adha, katanya sering diadakan upacara adat pencucian benda-benda pusaka kerajaan. sayangnya istana kini sepi pengunjung. entah, mungkin karena lokasinya yang tidak seperti Benteng Fort Rotterdam yang berada di tengah kota makassar.
0 komentar:
Post a Comment
Komenter Kamu